Rabu, 16 Maret 2011

Dusta Fransiskus

 Fransiskus yang dimaksud dalam judul ialah Santo Fransiskus Asisi. Ternyata dia pendusta. Maksudku bukan sebelum bertobat loh tetapi setelah kekudusan memancar dari dirinya dia berdusta, setelah dia merubah hidupnya dari seorang yang suka senang-senang menjadi seorang kudus dan taat kepada Allah. Tapi bagaimana jadi seorang santo pendusta???

Semasa hidupnya Fransikus selalu berkata dan mengenai dirinya sebagai seorang pendosa, paling tidak pantas dan paling kotor di hadapan Allah. Dia selalu menolak bahkan “marah” jika disebut seorang suci oleh saudara-saudaranya. Padahal kenyataannya ia seorang suci; menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhannya; sangat mencintai kemiskinan dan kaum miskin; hina dina; memperlakukan semua mahkluk di bumi ini sebagai saudaranya; sangat mencintai damai dan harmonisasi. Sampai saat ini Fransiskus tetap menjadi inspirasi bagi dunia dan sangat banyak orang yang menyatakan diri menjadi pengikutnya.

Sejalan dengan itu Fransiskus sangat senang jika ia disebut “pendosa” oleh saudara-saudaranya k
arena Ia ingin semua saudara-saudaranya (teristimewa saat memanggilnya pendosa) melihat kedosaan dirinya sendiri. Jadi Fransiskus mau tampil sebagai cerminan bagi para saudaranya. Dengan kata lain ia hadir sebagai bandingan. Apakah orang akan tega berkata, “Hai saudara Fransiskus Pendosa, dari mana saja kau hari ini” jika orang itu sendiri berdosa? Dengan demikian para saudara di sekitar Fransiskus berjuang untuk tidak berdosa. Fransiskus juga senang disebut demikian karena dengan demikian ia mengakui kelemahan-kelemahannya dan Roh Kudus akan memenuhi kelemahannya. Dengan demikian penyertaan Allah dalam hidupnya semakin penuh.

Mari belajar dari Fansiskus. Ia merasa diri berdosa agar Allah semakin berperan di dalam hidupnya. Padahal dia orang suci. Ini sebuah teladan untuk kita. Bahwa kita harus mengakui kedosaan kita di hadapan Tuhan? Dengan demikian kita akan membiarkan Allah berperan dalam diri kita. Sebaliknya jika kita berdusta yakni merasa diri tidak berdosa. Setanlah yang akan berkuasa dalam diri dan Allah “terjepit” di dalam diri kita.

Nah sebagai kaum muda, kita harus berani mengakui dusta yang ada didalam diri, khususnya pada masa prapaskah yang sedang kita jalankan ini. Kita semua dapat melakukan sikap pertobatan yang seutuhnya dengan menerima Sakramen Tobat. Sehingga pada Paskah nanti kita sunggu lahir baru, Tuhan bangkit untuk kita dan dusta selamanya terkubur.


amen

Nosce Te Ipsum

Dengan artian Kenalilah dirimu sendiri itulah terjemahan dari judul diatas, Nosce te Ipsum adalah terjemahan dari bahasa yunani (gnothi seauton) yang tertulis di pintu gerbang Kuil Apolo, di Delphi, Yunani. Ungkapan ini dipopulerkan lagi oleh Sokrates (470-399 AD). Dengan ungkapan ini Sokrates menekankan bahwa titik tolak untuk mencari kebijaksanaan adalah pengenalan diri sendiri.

Pengenalan akan diri sendiri merupakan kunci utama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan lain yang ada dalam hidup sehari-hari, misalnya apa itu kebenaran? apa itu kebaikan? apa itu kejahatan? apa itu keadilan? dan sederetan pertanyaan lainnya, maka hal utama menurut Sokrates adalah pengenalan diri sendiri.

Ada ungkapan lain dalam bahasa latin untuk menegaskan orang yang mengenal diri sendiri biasanya menjadi pribadi yang autentik, "Esto quod es: quod sunt alii, sine quemlibet esse" , yang memiliki terjemahan dalam bahasa kita adalah "Jadilah dirimu sendiri; biarkanlah orang lain menjadi diri mereka sendiri seperti apa yang mereka kehendak$"i. Mengenal diri sendiri tidak hanya mengenal nama kita, asal-usul kita, sifat-sifat yang kita miliki, tetapi lebih dari itu, mengenal diri berarti mengenal dimensi terdalam sebagai manusia, Dimensi itu ada dalam jiwa kita sebagai manusia yang seutuhnya yang memiliki pemikiran, melakukan tindakan, dan menegaskan nilai-nilai penting yang perlu diperjuangkan dalam hidupnya. Dalam hal ini, Cicero berkata: " Animus hominis semper appetit agere aliquid" --" Jiwa manusia selalu ingin melakukan sesuatu" (Cicero, De fin, 5, 20)

Jika kita ingin mengetahui tentang banyak hal tentang sesama, alam, dan Tuhan yang menciptakan kita semua, kita harus memasuki ke dalam pintu pengenalan diri sendiri. Dengan mengenal diri pertama-tama berarti memahami siapa diri kita sebenarnya. Setelah mengenal siapa kita, maka tahapan selanjutnya adalah menerima diri, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri kita. Dengan demikian kita dapat memahami diri kita secara autentik dan utuh seutuhnya. Kemudian setelah kita mencapai pemahaman diri dan seterusnya kita dituntun untuk mengenal sesama dan kebenaran-kebenaran penting lainnya dalam ruang kehidupan kita. Pada titik ini, orang lain adalah diri anda yang berada di luar.

Dengan itu semua kita dapat membuat hidup kita ini semakin berkembang, oleh karena itu kita semua bisa berbicara bersama-sama berkata : " Hidup yang tidak direnungkan/diperiksa tidak layak untuk dihidupi". Dengan perenungan mendalam dalam hidup kita ini, kita semua semakin diantarkan pada pengenalan dan pengakraban diri. "Agere volentem semper meditare decet " -- " yang punya keinginan untuk melakukan haruslah selalu merenungkannya" benar adanya ungkapan adagium latin diatas dalam konteks pengenalan diri kita ini secara mendalam. Hal-hal baik dan mulia lah yang harus kita renungkan sehingga mengantar kita pada kedalaman kenal akan diri sendiri.

"Kebijaksanaan sejati dapat kita pahami jika kita mengenal diri kita sampai jiwa kita yang terdalam", Penulis.



(Sumber: Buku "Ex Latina Claritas" , Pius Pandor CP )

Memulai dengan kata "IYA!"

Hari ini kumulai langkah hidupku yang baru, dengan mendatangi pastoran, aku mencari informasi untuk pendaftaran KPA ku ke seminari Wacana Bhakti, permulaan yang harus kulakukan demi tercapainya keinginanku untuk menjadi seorang peziarah Tuhan.

Berlangsung pembicaraanku dengan seorang Imam yang menjadi inspirasiku untuk menjadi seoran Pelayan Tuhan. Dari dialah ku tahu banyak hal tentang seorang Imam. Ku sangat berterima kasih kepada Tuhan memperkenalkan aku dengan dia yang membuat ku menjadi semangat lagi untuk menjadi seorang Imam. Setelah ku berbincang-bincang dengan dia, akhirnya aku dapat semakin meyakinkan diri untuk menanggapi panggilan ini. Akhirnya aku kembali ke rumahku dan dengan sedikit merenungkan mulai kutulis sesuatu untuk mengawali cerita panggilanku dalam blog ini.

Seterusnya aku akan menulis dalam blog ini, sebagai catatan hidupku untuk menjalani panggilan Tuhan.

amen.